Sudah terbalut tumpukan kain badan ini dari kepala hingga mata kaki
Tapi masih terpatri rasa dinginnya yang menusuk sendi
Saat kumandang subuh mulai bersautan
Peluk dinginnnya semakin dalam
Menyambut pagi dengan sendu kala itu
Saat kutapaki selangkah demi selangkah menyusuri jalanmu yang kian meninggi
Jari ini semakin kuat menggenggam dan bersembunyi di balik saku parka yg ku pakai
Tapi panggilan untuk melihat sunrise-Mu semakin menjadi.
Kali pertama menyusuri jalan ini
Benar benar tak bisa ku ingkari dengan cara apapun
Sedikit risih dengan lautan manusia yang kian menutupi cahaya-Mu
Tapi aku mencoba sadar, ku anggap itu sebagai lautan syukur yang sedang memuja-Mu
kita diposisi yang sama.
Menanti senyum mentari dari tepian cakrawala yang kian jingga
Seperti orang yang jatuh cinta, hanya ingin membalas senyum-Mu dengan penuh mesra.
Kabut tebal masih menutupi barisan gunung indah-Mu saat ku perlahan menuruni semak-Semak belukar yang terbiasa dengan dinginmu itu.
Kabut pagi yang enggan pergi meninggalkan bromo
Seakan tak rela keindahannya dijamah mata manusia.
Kunikmati setiap jengkal indahnya, sampai perlahan barisan gunung yang tegak berdiri mulai Menunjukan kegagahannya.
Dengan padang pasir yang terhampar begitu luasnya.
Benar benar mudah membuat terpesona.
Ku rebahkan badan sejenak di rerumputan yang mulai basah
Sambil ku hirup lagi udara yang mungkin tak akan sama kurasakan esok hari
Hari semakin siang, dingin pun makin berkurang
Ku lihat awan putih meletup keluar dari puncak bromo
Seakan menunjukan keperkasaannya, menunjukan kebesaran penciptanya..
Ucap syukur tak akan pernah terlupa disini.
Untuk semua takjub, serta tawa dan bahagia bersama mereka.